Jumat, 20 Mei 2016

MAKALAH “PENDIDIKAN PADA MASA BANI UMAYYAH”

BAB I
PENDAHULUAN

A.    LATAR BELAKANG
Islam adalah Agama yang yang menempatkan pendidikan pada posisi yang sangat vital. Disamping itu pesan-pesan Al-Quran dalam hubungannya dengan pendidikan dapat dijumpai dalam berbagai ayat dan surat dengan berbagai ungkapan dan pernyataan. Lebih khusus lagi kata ‘ilmi digunakan paling dominan dalam Al-Quran untuk menunjukan perhatian Islam yang luar biasa terhadap pendidikan. Pendidikan Islam tumbuh dan berkembang seiring denga tumbuh dan berkembangnya Islam. Pendidikan Islam tidak bisa dilepaskan dari sejarah Islam itu sendiri.
Sejarah pendidikan Islam pada hakekatnya sangat berkaitan erat dengan sejarah Islam. Periodesassi pendidikan Islam selalu berada dalam periode sejarah Islam itu sendiri. Secara garis besarnya Harun Nasution membagi sejarah Islam ke dalam tiga periode. Yaitu periode Klasik, Pertengahan dan Modern.  Kemudian perinciannya dapat dibagi lima periode, yaitu: Periode Nabi Muḥammad Ṣalallahu ‘alaihi wa sallam (571-632 M), periode Khulafā ar-Rasyidin (632-661 M), periode kekuasaan Daulah Bani Umayyah (661-750 M), periode kekuasaan ‘Abbāsyiyyah (750-1250 M) dan periode jatuhnya kekuasaan khalifah di Baghdad (1250-sekarang).[1]
Sehubungan dengan hal tersebut, maka dalam makalah yang sederhana ini penulis mencoba untuk memaparkan tentang pola pendidikan Islam pada masa Bani Umayyah. Semogai dapat memberikan manfaat dan menambah wawasan pengetahuan kita semua khususnya tentang sejarah pendidikan Islam.





B.     RUMUSAN MASALAH

1.      Bagaimana proses pendidikan Islam pada masa khilafah Bani Umayyah
2.      Bagaimana gambaran Pendidikan islam pada masa Bani Umayyah

C.     TUJUAN PENULISAN

1.      Memahami proses pendidikan Islam pada masa khilafah Bani Umayyah
2.      Memahami gambaran pendidikan Islam pada masa Bani Umayyah















BAB II
PEMBAHASAN

A.    SEJARAH  BANI UMAYYAH
Dinasti Bani Umayyah adalah kerajaan Islam pertama yang didirikan oleh Muawiyah bin Abi sufyan pada tahun 41 H/661 M. Tahun ini disebut dengan 'Aam al-Jamā'ah karena pada tahun ini semua umat Islam sepakat atas ke-khalifahan Muawiyah dengan gelar Amir al-Mu'minīn. Setelah Muawiyah diangkat menjadi khalifah, sistem pemerintahannya berubah menjadi monarchiheridetis (Kerajaan turu temurun).
Muawiyah bin Abi Sufyan adalah pendiri Dinasti Bani Umayyah yang berasal dari suku Quraisy keturunan Bani Umayyah yang merupakan khalifah pertama dari tahun 661-750 M, nama lengkapnya ialah Muawiyah bin Abi Harb bin Umayyah bin ‘Abdi Syam bin Manaf. Muawiyah lahir 4 tahun menjelang Nabi Muḥammad Ṣalallahu ‘alaihi wa sallam menjalankan dakwah Islam di kota Makkah, ia beriman dalam usia muda dan ikut hijrah bersama Nabi Ṣalallahu ‘alai wasallam ke Yastrib.  Disamping itu termasuk salah seorang pencatat waḥyu, dan mengambil bagian dalam beberapa peperangan bersama Nabi Ṣalallahu ‘alihi wa sallam.[2]
Kekuasaan Bani Umayyah berumur kurang lebih 90 tahun. Ibu kota negara dipindahkan Muawiyah dari Madinah ke Damaskus, tempat ia berkuasa sebagai gubernur sebelumnya. Khalifah-khalifah besar dinasti Bani Umayyah ini adalah Muawiyah bin Abī Sufyān (661-680 M), ‘Abd al-Malik bin Marwān (685-705 M), Al-Wālid bin ‘Abd al-Mālik (705-715 M), ‘Umār bin ‘Abd al-‘Azīz (717-720 M), dan Hisyam bin ‘Abd al-Mālik (724-743 M).[3]
Menurut catatan sejarah dinasti Bani Umayyah ini terbagi menjadi dua periode, yaitu :
1. Dinasti Bani Umayyah I di Damaskus (41 H/661 M-132 H/750 M), dinasti ini berkuasa kurang lebih selama 90 tahun dan mengalami pergantian pemimpin sebanyak 14 kali. Diantara khalifah besar dinasti ini adalah Muawiyah bin Abī Sufyān (661-680 M), ‘Abd al-Mālik bin Marwān (685-705 M), Al-Wālid bin ‘Abd al-Mālik (705-715 M), ‘Umār bin ‘Abd al-‘Azīz (717-720 M), dan Hisyām bin ‘Abd al-Mālik (724-743 M). Pada tahun 750 M, dinasti ini digulingkan oleh dinasti ‘Abbasiyah.
2. Dinasti Bani Umayyah II di Andalus/Spanyol (755-1031 M), kerajaan Islam di Spanyol ini didirikan oleh ‘Abd al-Rahmān  al-Dākhil. Ketika Spanyol berada di bawah kekuasaan Dinasti Bani Umayyah  II ini, umat Islam Spanyol mulai memperoleh kemajuan-kemajuan. Terutama pada masa kepemimpinan ‘Abd al-Rahmān al- Ausāṭ, pendidikan Islam menunjukkan perkembangan yang sangat pesat. Hal ini desebabkan karena sang khalifah sendiri terkenal sebagai penguasa yang cinta ilmu. Ia mengundang para ahli dari dunia Islam lainnya ke Spanyol sehingga kegiatan ilmu pengetahuan di sana menjadi kian semarak.[4]
Pada Dinasti Bani Umayyah perluasan daerah Islam sangat luas sampai ke timur dan barat. Begitu juga dengan daerah Selatan yang merupakan tambahan dari daerah Islam di zaman Khulafā ar-Rāshidīn yaitu: Hijāz, Syiria, Iraq, Persia dan Mesir. Seiring dengan itu pendidikan pada priode Dinasti Bani Umayyah telah ada beberapa lembaga seperti: Kuttāb, Masjid dan Majelis Sastra.  Materi yang diajarkan bertingkat-tingkat dan bermacam-macam.  Metode pengajarannya pun tidak sama.  Sehingga melahirkan beberapa pakar ilmuan dalam berbagai bidang tertentu.[5]
B.     LEMBAGA PENDIDIKAN ISLAM PADA PRIODE DINASTI BANI UMAYYAH
Pada masa Dinasti Bani Umayyah pola pendidikan bersifat desentrasi. Desentrasi artinya pendidikan tidak hanya terpusat di Ibu Kota Negara saja tetapi sudah dikembangkan secara otonom di daerah yang telah dikuasai seiring dengan ekspansi teritorial. Sistem pendidikan ketika itu belum memiliki tingkatan dan standar umur.[6]
Pola pendidikan Islam pada periode dinasti Bani Umayyah telah berkembang bila dibandingkan pada masa Khulafā ar-Rāshidīn yang ditandai dengan semaraknya kegiatan ilmiah di masjid-masjid dan berkembangnya Khuttāb serta Majelis Sastra. Jadi tempat pendidikan pada periode dinasti Bani Umayyah diantaranya adalah:

1. Khuttab
Khuttāb atau maktāb berasal dari kata dasar kataba yang berarti menulis atau tempat menulis, jadi Khuttāb adalah tempat belajar menulis. Khuttāb merupakan tempat anak-anak belajar menulis dan membaca, menghafal Al-Quran serta belajar pokok-pokok ajaran Islam. Sebelum datangnya Islam kuttāb telah ada di negeri Arab. Sewaktu agama Islam diturunkan Allah ta’āla, sudah ada diantara para Ṣahabat yang pandai tulis baca. Kemudian tulis tersebut ternyata mendapat tempat dan dorongan yang kuat dalam Islam, sehingga berkembang luas dikalangan umat Islam. Karena tulis baca semakin terasa perlu, maka kuttāb sebagai tempat belajar menulis dan membaca terutama bagi anak-anak berkembang pesat. Pada mulanya, di awal perkembangan Islam kuttāb tersebut dilakukan di rumah guru-guru yang bersangkutan dan yang diajarkan adalah semata-mata menulis dan membaca. Sedangkan yang ditulis atau dibaca adalah sya’ir-sya’ir yang terkenal pada masanya.[7]
Kemudian pada akhir abad pertama Hijriyah mulai timbul jenis kuttāb yang disamping memberi pelajaran menulis dan membaca, juga mengajarkan membaca Al-Quran dan pokok-pokok ajaran Agama. Pada mulanya kuttāb jenis ini merupakan pemindahan dari pengajaran Al-Quran yang berlangsung di masjid dan bersifat umum bukan saja bagi anak-anak, tetapi terutama bagi orang dewasa. Anak-anak ikut pengajian didalamnya, tetapi karena mereka tidak dapat menjaga kesucian dan kebersihan masjid, maka diadakan tempat khusus di samping masjid. Selanjutnya berkembanglah tempat-tempat khusus untuk pengajaran anak-anak dan berkembanglah kuttāb-kuttāb yang bukan hanya mengajarkan Al-Quran, tetapi juga pengetahuan-pengetahuan dasar lainnya. Dengan demikian kuttāb berkembang menjadi lembaga pendidikan dasar yang bersifat formal.
Adapun cara yang dilakukan oleh pendidik disamping mengajarkan Al-Quran mereka juga belajar menulis dan tata bahasa serta tulisan.  Perhatian mereka bukan tertumpu mengajarkan Al-Quran semata dengan mengabaikan pelajaran yang lain, akan tetapi perhatian mereka pada pelajaran sangat pesat.  Al-Quran dipakai sebagai bahasa bacaan untuk belajar membaca, kemudian dipilih ayat-ayat yang akan ditulis untuk dipelajari. Disamping belajar menulis dan membaca murid-murid juga mempelajari tata bahasa Arab, cerita-cerita Nabi, hadist dan pokok Agama.[8]
2.Masjid
Semenjak zaman Nabi Muḥammad Ṣalallāhu ‘alaihi wa sallam masjid telah menjadi pusat kegiatan dan informasi berbagai masalah kehidupan kaum muslimin. Ia menjadi tempat bermusyawarah, tempat mengadili perkara, tempat menyampaiakan penerangan agama, dan tempat menyelenggarakan pendidikan, baik untuk anak-anak atau orang dewasa. Kemudian pada masa khalifah Bani Umayyah berkembang fungsinya sebagai tempat pengembangan ilmu pengetahuan, terutama yang bersifat keagamaan.[9]
Pada Dinasti Bani Umayyah, Masjid merupakan tempat pendidikan tingkat menengah dan tingkat tinggi setelah khuttāb. Pelajaran yang diajarkan meliputi Al-Quran, Tafsir, Hadist dan Fiqih, Juga diajarkan sajak, gramatika bahasa, ilmu hitung dan ilmu perbintangan.
Diantara jasa besar pada periode Dinasti Bani Umayyah dalam perkembangan ilmu pengetahuan adalah menjadikan masjid sebagai pusat aktifitas ilmiah termasuk sya’ir, sejarah bangsa terdahulu diskusi dan akidah. Pada periode ini juga didirikan masjid ke seluruh pelosok daerah Islam. Masjid Nabawi di Madinah dan Masjidil Haram di Makkah selalu menjadi tumpuan penuntut ilmu di seluruh dunia Islam dan tampak juga pada pemerintahan Wālid bin ‘Abd al-Mālik (707-714 M) yang merupakan Universitas terbesar dan juga didirikan masjid Zaitunnah di Tunisia yang dianggap Universitas tertua sampai sekarang.[10]
3. Majelis Sastra
Majelis sastra adalah suatu majelis khusus yang diadakan oleh khalifah untuk membahas berbagai macam ilmu pengetahuan. Majelis sastra merupakan balai pertemuan yang disiapkan oleh khalifah dihiasi dengan hiasan yang indah, hanya diperuntukkan bagi sastrawan dan ulama terkemuka. Majelis ini bermula sejak zaman Khulafa ar-Rāsyidīn yang biasanya memberikan fatwa dan musyawarah serta diskusi dengan para Ṣahabat untuk memecahkan berbagai masalah yang dihadapi pada masa itu. Tempat pertemuan pada masa itu adalah di masjid. Setelah masa khalifah Bani Umayyah, tempat majelis tersebut dipindah ke istana, dan orang-orang yang berhak menghadirinya adalah orang-orang tertentu saja yang diundang khalifah. Dalam majelis sastra tersebut bukan hanya dibahas dan didiskusikan masalah-masalah kesastraan saja, melainkan juga berbagai macam ilmu pengetahuan dan berbagai kesenian.[11]
4. Pendidikan Istana
Yaitu pendidikan yang diselenggarakan dan diperuntukkan khusus bagi anak-anak khalifah dan para pejabat pemerintahan. Kurikulum pada pendidikan istana diarahkan untuk memperoleh kecakapan memegang kendali pemerintahan atau hal-hal yang ada sangkut pautnya dengan keperluan dan kebutuhan pemerintah.[12]
Timbulnya pendidikan Istana untuk anak-anak para pejabat adalah berdasarkan pemikiran bahwa pendidikan harus bersifat menyiapkan anak didik agar mampu melaksanakan tugas-tugasnya kelak setelah ia dewasa. Oleh karena itu, mereka memanggil guru-guru khusus untuk memberikan pendidikan kepada anak-anak mereka.
Pendidikan anak di istana berbeda dengan pendidikan anak di kuttāb pada umumnya. Di istana orang tua murid (para pembesar di istana) adalah yang membuat rencana pelajaran tersebut selaras dengan tujuan yang dikehendaki oleh oranng tuanya. Guru yang mengajar di istana disebut muaddib, karena berfungsi mendidik budi pekerti dan mewariskan kecerdasan dan pengetahuan kepada anak-anak pejabat.[13]
5. Pendidikan Badiah (padang pasir, dusun tempat tinggal Baduwi)
Yaitu tempat belajar bahasa Arab yang fasih dan murni. Hal ini terjadi ketika khalifah ‘Abd al-Mālik bin Marwān memprogramkan Arabisasi maka muncul istilah badiah, yaitu dusun baduwi di padang Sahara mereka masih fasih dan murni sesuai dengan kaidah bahasa arab tersebut.[14]
Sehingga banyak khalifah yang mengirimkan anaknya ke badiah untuk mempelajar bahasa Arab yang fasih lagi murni. Banyak ulama-ulama dan ahli ilmu pengetahuan lainnya yang pergi ke badiah dengan tujuan untuk mempelajari bahasa dan kesastraan Arab yang asli lagi murni. Badiah-badiah tersebut lalu menjadi sumber ilmu pengetahuan terutama bahasa dan sastra Arab dan berfungsi sebagai lembaga pendidikan Islam.[15]
6. Pendidikan Perpustakaan
Pada zaman perkembangan ilmu pengetahuan dan kebudayaan Islam, buku mempunyai nilai yang sangat tinggi. Buku merupakan sumber informasi berbagai macam ilmu pengetahuan yang ada dan telah dikembangkan oleh para ahlinya. Orang dengan mudah dapat belajar dan mengajarkan ilmu pengetahuan yang telah tertulis dalam buku. Dengan demikian buku merupakan sarana utama dalam usaha pengembangan dan penyebaran ilmu pengetahuan.[16]
7. Rumah Sakit
Pada zaman kejayaan perkembanagan kebudayaan Islam dalam rangka menyebarkan kesejahteraan dikalangan umat Islam, maka banyak didirikan rumah sakit oleh khalifah dan pembesar-pembesar Negara. Rumah sakit tersebut bukan hanya berfungsi sebagai tempat merawat dan mengobati orang sakit, tetapi mendidik tenaga-tenaga yang berhubungan dengan perawatan dan pengobatan. Mereka mengadakan berbagai penelitian dan percobaan dalam bidang kedokteran dan obat-obatan, sehingga berkembang ilmu kedokteran dan ilmu obat-obatan atau farmasi. Rumah sakit ini juga merupakan tempat praktikum dari sekolah kedokteran yang didirikan di luar rumah sakit atau di dalam rumah sakit, sehingga rumah sakit dalam dunia Islam juga berfungsi sebagai lembaga pendidikan.
Cucu Muawiyah Khalīd bin Yazīdh sangat tertarik pada ilmu kimia dan kedokteran. Ia menyediakan sejumlah harta dan memerintahkan para sarjana yunani yang ada di Mesir untuk menerjemahkan buku kimia dan kedokteran ke dalam bahasa arab. Hal ini menjadi terjemahan pertama dalam sejarah sehingga al-Wālid bin ‘Abd al-Mālik memberikan perhatian terhadap rumah sakit.[17]

C.     PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN PENDIDIKAN ISLAM PADA MASA BANI UMAYYAH
Pada zaman Bani Umayyah ada tiga gerakan yang berkembang, yaitu : Gerakan Ilmu Agama, karena didorong semangat agama sendiri yang sangat kuat pada waktu itu; Gerakan Filsafat, karena ahli agama di akhir Bani Umayyah mempergunakan filsafat untuk melawan Yahudi dan Naṣrani; Gerakan Sejarah, karena ilmui-ilmu agama memerlukan riwayat.
A.    GERAKAN ILMU AGAMA
Gerakan di dalam bidang ini dapat dipisahkan menjadi beberapa bagian, yaitu :
1. Pusat pendidikan Islam
Perluasan negara Islam bukanlah perluasan dengan merobohkan dan menghancurkan, bahkan perluasan dengan teratur diikuti oleh ulama-ulama dan guru-guru agama yang turut bersama-sama tentara Islam. Pusat pendidikan telah tersebar di kota-kota besar sebagai berikut: di kota Makkah dan Madinah (Hijaz), di kota Baṣrah dan Kufah (Irak), di kota Damsyik dan Palestina (Syam), di kota Fistat (Mesir).
Madrasah-madrasah yang ada pada masa Bani Umayyah adalah sebagai berikut:
a. Madrasah Makkah: Guru pertama yang mengajar di Makkah sesudah penduduk Makkah takluk ialah Mu’ādh bin Jabal. Ialah yang mengajarkan Al-Quran dan mana yang halal dan haram dalam Islam. Pada masa khalifah ‘Abd al-Mālik bin Marwān ‘Abdullah  bin Abbās pergi ke Makkah, lalu mengajar disana di Masjidil Harām. Ia mengajarkan tafsir, fiqh dan sastra. ‘Abdullah  bin Abbāslah pembangun madrasah Makkah yang termasyhur di seluruh negeri Islam.
b. Madrasah Madinah: Madrasah Madinah lebih termasyhur dan lebih dalam ilmunya, karena di sanalah tempat tinggal Ṣahabat-Ṣahabat Nabi Ṣalāllahu ‘alaihi wa sallam. Berarti disana banyak terdapat ulama-ulama terkemuka.
c. Madrasah Baṣrah: Ulama sahabat yang termasyur di Baṣrah ialah Abu Musā al-Ash’ari dan Anas bin Mālik. Abu Musā al-Ash’ari adalah ahli fiqih dan ahli hadīth, serta ahli Al-Quran. Sedangkan Abbās bin Mālik termasyhur dalam ilmu hadīth. Al-Hasan Baṣry sebagai ahli fiqih, juga ahli pidato dan kisah, ahli fikir dan ahli tasawuf. Ia bukan saja mengajarkan ilmu-ilmu agama kepada pelajar-pelajar, bahkan juga mengajar orang banyak dengan mengadakan kisah-kisah di masjid Baṣrah.
d. Madrasah Kufah: Madrasah Ibnu Mas’ud di Kufah melahirkan enam orang ulama besar, yaitu: ‘Alqamah, Al-Aswād, Masroq, ‘Ubaidah, Al-Hāris bin Qais dan ‘Amr bin Syurahbil. Mereka itulah yang menggantikan ‘Abdullah  bin Mas’ud menjadi guru di Kufah. Ulama Kufah, bukan saja belajar kepada ‘Abdullah  bin Mas’ud menjadi guru di Kufah. Ulama Kufah, bukan saja belajar kepada ‘Abdullah  bin Mas’ud, bahkan mereka pergi ke Madinah.
e. Madrasah Damsyik (Syam): Setelah negeri Syam (Syria) menjadi sebagian negara Islam dan penduduknya banyak memeluk agama Islam. Maka negeri Syam menjadi perhatian para Khilafah. Madrasah itu melahirkan imam penduduk Syam, yaitu ‘Abdurrahman al-Auza’iy yang sederajat ilmunya dengan Imam Mālik dan Abu Hanīfah. Madhabnya tersebar di Syam sampai ke Magrib dan Andalusia. Tetapi kemudian madhabnya itu lenyap, karena besar pengaruh madhab Syāfi’i dan Māliki.
f. Madrasah Fistat (Mesir): Setelah Mesir menjadi negara Islam ia menjadi pusat ilmu-ilmu agama. Ulama yang mula-mula madrasah di Mesir ialah ‘Abdullah bin ‘Amr bin al-‘As, yaitu di Fisfat (Mesir lama). Ia ahli hadith dengan arti kata yang sebenarnya. Karena ia bukan saja menghafal hadith-hadith yang didengarnya dari Nabi Ṣalāllahu ‘alaihi wa sallam, melainkan juga dituliskannya dalam buku catatan, sehingga ia tidak lupa atau khilaf meriwayatkan hadith-hadith itu kepada murid-muridnya. Oleh karena itu banyak sahabat dan tabi’in meriwayatkan hadith-hadith dari padanya.
Karena pelajar-pelajar tidak mencukupkan belajar pada seorang ulama di negeri tempat tinggalnya, melainkan mereka melawat ke kota yang lain untuk melanjutkan ilmunya. Pelajar Mesir melawat ke Madinah, pelajar Madinah melawat ke Kufah, pelajar Kufah melawat Syam, pelajar Syam melawat kian kemari dan begitulah seterusnya. Dengan demikian dunia ilmu pengetahuan tersebar seluruh kota-kota di Negara Islam.[18]
2. Materi bidang ilmu pengetahuan.
Materi atau ilmu-ilmu agama yang berkembang pada zaman ini dapat dimasukan dalam kelompok Al-Ulumul Islāmiyyah yaitu ilmu-ilmu Al-Quran, Al-Hadist, Al-Fiqih, At-Tarīkh, Al-Ulumul Lisaniyyah dan Al-Jughrofiyah. Sedangkan Al-Ulumul Islamiyah dapat dibagi menjadi tiga bagian : Al-Ulumul Syar'iyah, yaitu ilmu-ilmu agama Islam; Al-Ulumul Lisaniyyah, yaitu ilmu-ilmu untuk memastikan bacaan Al-Quran, menafsirkan dan memahami Hadist At-Tarīkh wal Jughrofiyah.
a. Ilmu Qiraāt, yaitu ilmu cara membaca Al-Quran. Orang yang pandai membaca Al-Quran disebut Qurrā. Pada zaman ini pula yang memunculkan tujuh macam bacaan Al-Quran yang terkenal dengan " Qiraat sab’ah " yang kemudian ditetapkan menjadi dasar bacaan (Ushulul Lil Qira'ah). Pelopor bacaan ini terdiri dari kaum Malawy yaitu antara lain : ‘Abdullah bin Katsir, ‘Ashim bin Abu Nujud, ‘Abdullah bin Amir, ‘Ali bin Hamzah dan lain-lain.
b. Ilmu Tafsir, ilmu yang berusaha untuk memberikan penafsiran terhadap ayat-ayat Al-Quran dengan tujuan untuk menghasilkan hukum dan undang-undang. Ahli tafsir yang pertama yaitu Ibnu Abbās, seorang Ṣahabat terkenal yang wafat pada tahun 68 H. Menurut riwayat yang mutawatir beliau adalah orang yang pertama menafsirkan Al-Quran dengan cara riwayat dan isnad. Ahli tafsir lainnya adalah Mujāhid yang wafat pada tahun 109 H dan ulama Syi'ah yaitu Muḥammad al-Baqir bin ‘Ali bin Husain.
c. Ilmu Hadist, Untuk membantu di dalam memahami ayat-ayat Al-Quran. Karena terdapat banyak hadith maka timbullah usaha untuk mencari riwayat dan sanad yang hadist yang akhirnya menjadi Ilmu Hadith dengan segala cabang-cabangnya. Para ahli hadist yang terkenal pada zaman ini adalah: Abu Bakar bin Muḥammad bin ‘Ubaidillah bin Zihab az-Zuhri (123 H). Ibnu Abi Malikiyyah, yaitu ‘Abdullah bin Abi Malikiyyah (119 H). Pada masa khalifah ‘Umar bin ‘Abd al-‘Azīz barulah hadist dibukukan yang dirintis oleh Ibnu Zihab az-Zuhri yang kemudian disusul oleh ulama lain.
d. Ilmu Nahwu, yaitu ilmu tentang perubahan bunyi pada kata-kata yang terdapat di dalam Al-Quran. Pengarang ilmu nahwu yang pertama dan membukukannya seperti halnya sekarang, yaitu Abu Aswad ad-Dualy (W. 69 H). Beliau belajar dari ‘Ali bin Abi Ṭālib sehingga ada ahli sejarah yang mengatakan bahwa ‘Ali bin Abi Ṭālib adalah Bapak Ilmu Nahwu.
Sedangkan ilmu-ilmu yang di salin dari bahasa Asing ke dalam bahasa Arab dan di sempurnakan untuk kepentingan keilmuan umat Islam dikelompokan dalam Al-Ulumud Dākhilah yang terdiri dari :
a.    Ilmu Kimia. Khalifah Yazīdh bin Yazīdh bin Muawiyah adalah yang menyuruh penerjemahannya ke dalam bahsa Arab. Beliau mendatangkan beberapa orang Romawi yang bermukim di Mesir, di antaranya Maryanis seorang pendeta yang mengajarkan ilmu kimia. Penerjemahan ke dalam bahasa Arab dilakukan oleh Isthafun.
b.    Ilmu Bintang. Masih dalam masa Khālid bin Walīd, beliau sangat menggemari ilmu ini sehingga dikeluarkan sejumlah uang untuk mempelajari dan membeli alat-alatnya. Karena gemarnya setiap akan pergi ke medan perang selalu dibawanya ahli ilmu bintang.
c.    Ilmu Kedokteran. Penduduk Syam di zaman ini telah banyak menyalin bermacam ilmu ke dalam bahasa Arab seperti ilmu-ilmu kedokteran, mislanya karanganm Qis Ahrun dalam bahasa Suryani yang disalin ke dalam bahasa Arab oleh Masajuwaihi.

B. GERAKAN FILSAFAT
Gerakan filsafat muncul di akhir zaman Bani Umayyah untuk melawan pemikiran Yahudi dan Nasrani. Pemikiran teologis dari agama Kristen sudah berkembang lebih dulu sebelum datangnya Islam dan masuk ke lingkungan Islam secara sengaja untuk merusak akidah Islam. Karena itu timbul dalam Islam pemikiran yang bersifat teologis untuk menolak ajaran-ajaran teologis dari agama Kristen yang kemudian disebut Ilmu Kalam.
Ilmu kalam dalam perkembangannya menjadi ilmu khusus yang membahas tentang berbagai macam pola pemikiran yang berbeda dari ajaran Islam sendiri, karena dalam Al-Quran terdapat banyak ayat yang memerintahkan untuk membaca, berfikir, menggunakan akal dan sebagainya yang kesemuanya mendorong umat Islam, terutama para ahlinya untuk berfikir mengenai segala sesuatu guna mendapatkan kebenaran dan kebijaksnaan.

C. GERAKAN SEJARAH
Pada zaman Bani Umayyah gerakan sejarah menghasilkan tarīkh yang terbagi dalam dua bidang besar :
a.    Tarīkh Islam, yaitu tarīkh kaum muslimin dengan segala perjuangannya, riwayat hidup pemimpin-pemimpin mereka. Sumber tarīkh dalam bidang ini adalah dari amal perbuatan mereka sendiri.
b.    Tarīkh umum, yaitu tarikh bangsa-bangsa lain yang dipelajari dan disalin dengan sungguh-sungguh sejak zaman Bani Umayyah. Hal ini karena khalifah mereka termasuk orang-orang yang paling gemar untuk mengetahui orang-orang ternama dari tarīkh bangsa lain.[19]







BAB III
PENUTUP
A.    KESIMPULAN
1.      Demikianlah gambaran umum tentang pola pendidikan Islam pada masa Bani Umayyah. Walaupun kecenderungan politik pemerintahan pada saat itu cenderung kepada perluasan wilayah Islam, namun Pemerintah masih menaruh perhatian dalam bidang pendidikan dan memberikan dorongan yang kuat terhadap dunia pendidikan dengan penyediaan sarana dan prasarana. Hal ini dilakukan agar para ilmuan, para seniman, dan para ulama mau melakukan pengembangan bidang ilmu yang dikuasainya serta mampu melakukan kaderisasi ilmu.
2.      Pada masa Bani Umayyah pola pendidikan bersifat desentrasi artinya pendidikan tidak hanya terpusat di Ibu Kota Negara saja tetapi sudah dikembangkan secara otonom di daerah yang telah dikuasai seiring dengan ekspansi teritorial.
3.      Sistem pendidikan ketika itu belum memiliki tingkatan dan standar umur. Pola pendidikan Islam pada periode Dinasti Umayyah telah berkembang bila dibandingkan pada masa Khulafā ar-Rāshidīn yang ditandai dengan semaraknya kegiatan ilmiah. Dengan penekanan ini didiajarkan beberapa macam ilmu Agama dan ilmu-ilmu lainnya.
4.      Diantara bentuk dan lembaga pendidikan pada masa Bani Umayyah adalah: Kuttab,  Masjid, Majelis Sastra, Pendidikan Istana, Pendidikan Badiah, Pendidikan Perpustakaan, Rumah Sakit.
5.      Pada zaman Bani Umayyah ada tiga gerakan yang berkembang, yaitu : Gerakan Ilmu Agama, karena didorong semangat agama sendiri yang sangat kuat pada waktu itu; Gerakan Filsafat, karena ahli agama di akhir Bani Umayyah mempergunakan filsafat untuk melawan Yahudi dan Naṣrani; Gerakan Sejarah, karena ilmui-ilmu agama memerlukan riwayat.




DAFTAR PUSTAKA

Badri, Yatim, Sejarah Peradaban Islam, cet. 22, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2010).
Langgulung, Hasan, Pendidikan Islam Menghadapi Abad-21, (Jakarta: Pustaka Al Husna, 1980)..
“Pendidikan Islam Masa Bani Umayyah (Filsafat Pend. Islam)” dalam http//pendidikan-islam-masa-bani-umayyah.htlm.,
Silsīlah Ta’līmi al-Lughoh al -‘Arobiyyah al-Mustawa ar-Rōbi’ ṣṵroh min at-Tarīkh al-Islamī,( Riyad: 1994).
Zuhairini, Sejarah Pendidikan Islam, cet.9, (Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2008).
Maktabah syamilah




[1] Zuhairini, Sejarah Pendidikan Islam, (Jakarta : PT. Bumi Aksara, 2008), hlm. 7.
[2] Silsīlah Ta’līmi al-Lughoh al -‘Arobiyyah al-Mustawa ar-Rōbi’ ṣṵroh min at-Tarīkh al-Islamī, hlm. 136-137.
[3] Yatim Badri., Sejarah Peradaban Islam, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2010),  hlm. 43.
[4] Ibid, hlm. 95.
[5] Hasan Langgulung, Pendidikan Islam Menghadapi Abad-21, (Jakarta, Pustaka Al Husna, 1980), hlm. 17.
[6] Pendidikan Islam Masa Bani Umayyah (Filsafat Pend. Islam)” dalam http//pendidikan-islam-masa-bani-umayyah.htlm
[7] Zuhairini, Sejarah Pendidikan Islam, hlm. 89-91
[8] Ibid, hlm. 91.
[9] Ibid, hlm. 99.
[10] Hasan Langgulung, Pendidikan Islam Menghadapi Abad-21,  hlm. 19.
[11] Zuhairini, Sejarah Pendidikan Islam, hlm. 95-96.
[12] Pendidikan Islam Masa Bani Umayyah (Filsafat Pend. Islam)” dalam http//pendidikan-islam-masa-bani-umayyah.
[13] Ibid, hlm. 92.
[14] Pendidikan Islam Masa Bani Umayyah (Filsafat Pend. Islam)” dalam http//pendidikan-islam-masa-bani-umayyah.
[15] Zuhairini, Sejarah Pendidikan Islam, hlm. 97.
[16] Ibid, hlm. 98.
[17] Ibid, hlm. 98.
[18] Aqi Suro, “Pendidikan Islam Pada Masa BaniUmayyah” dalam pendidikan islam
[19] Lukman hakim, “Pertumbuhan dan Perkembangan Pendidikan Islam Masa Bani Umayyah

2 komentar:

  1. What is a make money? - Work To Make Money
    If หาเงินออนไลน์ you 샌즈카지노 want to make money with your money, it's important to know the best way to 바카라 사이트 make money on your bets. With some tips to help make money from the

    BalasHapus
  2. Lucky Club - Live Casino | Play Casino Online
    Lucky Club is an online Casino powered 카지노사이트luckclub by Microgaming software. Lucky Club casino: €1000 + 150 free spins bonus on signup! · Lucky Club casino: 100% bonus on sign-up!

    BalasHapus